
Kedua tokoh tersebut sedang mengomentari buku Curhat Tita dan Curhat Tita Back in Bandung, buku harian grafis atau graphic diary terbitan CV Curhat Anak Bangsa, Bandung. Kreatornya adalah Tita Larasati, doktor lulusan Universitas Teknologi Delft, Belanda, 2007. Buku dalam bentuk sketsa ini menjadi komik alternatif yang mengajak pembaca untuk melihat dunia nyata secara lebih dekat.
Bentuk catatan ini bisa disebut sebagai komik, tanpa alur cerita. Buku itu berisi catatan kehidupan sehari-hari Tita dalam sketsa. Ia menggambarnya dengan pena Pilot Gel –I warna hitam. Catatan bergambar itu dibuat Tita secara spontan, langsung, tanpa rancangan dengan pensil terlebih dulu. Ia memiliki sembilan buku harian berisi ratusan halaman dengan ribuan coretan. Ia juga menunjukkan ratusan kertas ukuran A 4 yang berisi penuh sketsa. Catatan harian itulah yang menjadi materi Curhat Tita dan buku lanjutannya.
”Isinya asli, plek (sama persis), dengan diary yang saya buat. Kalau ada tulisan salah, ya dibiarkan salah, tidak dihapus,” kata Tita, perempuan kelahiran Jakarta, 28 Desember 1972. Tita mencatat romantika, tragedi, maupun komedi dunia hariannya. Ada yang menceritakan keikutsertaannya dalam senam hamil, bagaimana keluarga mereka setelah pindah ke Bandung, aktivitas Tita saat di rumah dan mengurus anak, pengalamannya mengajar, hingga anaknya yang mempertanyakan perbedaan warna kulitnya yang putih dibandingkan dengan teman-teman sekolahnya.
Ayah dan ibu Tita adalah arsitek sehingga sejak kecil ia dekat dengan dunia corat-coret. Dia juga tumbuh dengan komik seperti Asterix, Tintin, Trigan, plus komik dari Eppo, majalah komik dari Belanda. Ia juga mengenal komik wayang jenis Mahabarata dari RA Kosasih yang merupakan bacaan eyang atau kakeknya.
Tahun 1995, ketika mendapat kesempatan magang selama sepuluh bulan di sebuah biro desain di Jerman, Tita suka berkirim catatan harian dalam bentuk sketsa ke orangtuanya di Jakarta. Sketsa itu ia kirim lewat faksimile. Oleh ibunya, lembar faks itu difotokopi, diperbanyak, dan disebar ke saudara-saudara Tita. Itulah cikal bakal dari catatan harian grafis yang kini menjadi buku.
Di Indonesia, karya-karyanya ikut dalam pameran Fellow Indonesian Comic Artists di Erasmus Huis (Jakarta, 2005) dan Karta Pustaka (Yogyakarta, 2005), pameran DIY di Taman Ismail Marzuki (Jakarta, 2007), dan pameran tunggal Curhat Tita di Space 59 (Bandung , 2007).
Kegiatan ngomik dan bertutur-grafisnya terasah saat di Belanda, salah satu negeri komik terpenting di Eropa Barat, bahkan dunia. Di sana ia terlibat dalam beragam acara, antara lain pameran dan workshop Madjoe! di Stripdagen Haarlem (2002) dan Royal Ethnology Museum (Leiden, 2002), pameran Homesick di galeri De Schone Kunsten (Haarlem, 2004), dan partisipasi di 24 Hour Comics Day di Lambiek (Amsterdam, 2006).
Karena menawarkan dunia Tita yang partikular dan hidup ia menjadi komikus Indonesia yang kini dikenal di Eropa.. Karyanya dipuji oleh seniman komik dunia, Eddie Campbell (From Hell, The Fate of an Artist): Tita’s charming and always engaging cartoons live in a region of the world of the comic strip that has not yet been taken by the neurotics. Pujian ini bukan hanya jadi komentar terhadap komik Tita, tapi juga komentar terhadap dunia novel grafis atau komik alternatif masa kini yang saat ini didominasi komik-komik dengan gejala ”neurosis” (sakit jiwa)..
Di tanah air, saingan terdekat Tita adalah Komik Lagak Jakarta karya Benny & Mice dan seri strip Old Skull, karya Athonk di Yogya yang bersemangat punk. Komik lokal yang kontinu merekam dengan rinci dunia pribadi sang komikus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar